Selasa, 02 April 2013

Mengapa Nabi kita Tak Perlu Digambar ??

Mengapa Nabi kita Tak Perlu
Digambar” … **

(LIKE sebelum BACA)

Pada zaman nabi Muhammad
memang belum ada kamera atau
video yang bisa menampilkan
wajah asli manusia.

Lalu, jikapun pada zaman nabi
muhammad SAW sudah ada video
atau kamera seperti sekarang,
bukan berarti wajah nabi bisa di
rekam atau di potret.

Pada zaman rasul bukan berarti
pula tidak ada pelukis atau ahli
seni yang tidak bisa membuat
lukisan rasulullah. Sejak awal
sampai sekarang ada
kesepakatan bahwa fisik
Rasulullah itu haram digambar
dan/atau dipatungkan karena
khawatir gambar, lukisan, atau
patung beliau akan diperlakukan
sebagai berhala, yang akan
disembah oleh umat Islam.

Lalu bagaimana jika menggambar
Nabi tidak untuk tujuan sebagai
sesembahan?.
Hanya ingin menggambarkan
kira-kira seperti apa wajah rasul
dan untuk menambah rasa cinta
terhadap rasul?.

Mari kita simak sejarah ini.

Nabi Muhammad memimpin
penghancuran 360 patung yang
terdapat di Ka’bah, padahal,
konon, di antara patung-patung
itu terdapat patung Nabi Ibrahim
dan Ismail, yang merupakan
bapak moyang beliau sendiri.
Ini dikarenakan agar "sejarah
tidak terulang" untuk yg kesekian
kalinya yg mungkin akan
menimpaumatnya sehingga
menjadi sesat.

Dari contoh penghancuran
berhala itu bisa diambil sebuah
logika bahwa melukis atau
mematungkan nabi memang
tidak dibenarkan dalam Islam,
baik demikepentingan sejarah
atau pun untuk tujuan seni
belaka. Hal itu ‘diundangkan’
bukan karena fisik nabi dianggap
sakral, tapi karenafisik seorang
nabi sama sekali terpisah dari
misinya; sementara kebanyakan
manusia – apalagi yang dimabuk
cinta buta – sering tidak mampu
memilah. Bahkan kita– karena
kurang kedewasaan, mungkin –
sering terjebak dalam pesona
keindahan lahiriah yang
sebenarnya rapuh dan fana.

Al-Quran memang tidak memuat
larangan penggambaran fisik
nabi secara langsung. Tapi jelas di
situ bahkan ada larangan
mengklaim Nabi Muhammad
sebagai pusat keturunan. 

Misalnya
seperti yang tersirat dari Surat Al-
Ahzab ayat40 yang artinya:
“Muhammad itu bukan (untuk
diklaim sebagai) bapak seorang
lelaki di antara kalian. Dia
hanyalah seorang rasul, yakni
penutup dari para nabi.”

Karena beliau ‘hanya’ seorang
rasul, yang akhlaknya
(kepribadiannya ) merupakan
hasil dari didikan Allah sendiri,
maka satu-satunya yang layak
diketengahkan adalah misinya
untuk ‘menularkan’ pendidikan
ahklak itu. Dan untuk itu, umat
Islam sama sekali tidak
membutuhkan sebuah gambar
atau patung yang diusahakan
semata-mata untuk
merekonstruksi sebentuk tubuh,
yang secara keseluruhan pastilah
tidak berbeda dari kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar